pembuatan awetan spesimen diperlukan untuk tujuan pengamatan spesimen secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru. Terutama untuk spesimen-spesimen yang sulit di temukan di alam. Awetan spesimen dapat berupa awetan basah atau kering. untuk awetan kering, tanaman diawetkan dalam bentuk herbarium, sedangkan untuk mengawetkan hewan dengan sebelumnya mengeluarkan organ-organ dalamnya. awetan basah, baik untuk hewan maupun tumbuhan biasanya dibuat dengan merendam seluruh spesimen dalam larutan formalin 4%.
awetan yang telah dibuat kemudian dimasukkan dalam daftar inventaris koleksi. pencatatan dilakukan kedalam field book/collector book. sedangkan pada herbarium keterangan tentang tumbuhan dicantumkan dalam etiket. dalam herbarium ada dua macam etiket, yaitu etiket gantung yang berisi tentang; nomer koleksi, inisial nama kolektor, tanggal pengambilan spesimen dan daeran tingkat II tempat pengambilan (untuk bagian depan) dan nama ilmian spesimen (untuk bagian belakang).
pada etiket tempel yang harus dicantumkan antara lain; kop( kepala surat) sebagipengenal indentitas kolektor/lembaga yang menaungi, (No)nomer koleksi,(dd)tanggal ambil, familia, genus, spesies, Nom. Indig(nama lokal), (dd) tanggal menempel, (determinasi)nama orang yang mengidentifikasi spesimen itu, (insula) pulau tempat mengambil, (m. alt) ketinggian tempat pengambilan dari permukaan air laut, (loc) kabupaten tempat pengambilan, dan (annotatione) deskripsi spesimen tersebut.
Alat dan Bahan
a. Herbarium
1. karton/duplek
2. kertas koran
3. sasak dari bambu/tripleks
4. sampel tanaman
5. alat tulis
b. Awetan basah
1. botol jam
2. sampel spesimen
3. formalin
4. akuades
5. gelas ukur
6. kertas label
Cara Kerja
a. Membuat Herbarium
1. ambil salah satu tanaman/ bagian dari tanaman
2. Cara 1 : masukkan tanaman itu pada sasak bambu yang telah dibuat dan keringkan tanaman dengan penjemuran terhadap cahaya matahari.
Cara2 : atur posisi tanaman pada lembaran koran hingga rata.lapisi lagi dengan beberapa lembar koran, tangkup dengan tripleks pada kedua sisinya lalu ikat dengan kencangsehingga tanaman ter-press dengan kuat. ganti koran dengan yang kering setiap kali koran pembungkus tanaman basah. lakukan berulang-ulang hingga tanaman benar-benar kering.
3. tanaman dikatakan kering jika sudah cukup kaku dan tidak terasa dingin.
4. tanaman yang akan dibuat herbarium, sebaiknya memiliki bagian-bagian yang lengkap. jika bunga nya mudah gugur maka masukkan bunga tersebut dalam amplop dan selipkan pada herbarium . daun atua bagian tanaman yang terlalu panjang bisa dilipat.
5. tempelkan tanamanyang telah dikeringkan pada karton dengan menggunakan jahitan tali/ selotip. usahan kenampakan atas dan kenampakan bawah daun diperlihatkan.
6. lengkapi keterangan yang terdapat pada collector book
7. pasang etikenya.
b. Membuat Awetan Basah
1. siapkan spesimen yang akan diawetkan
2. sediakan formalin yang telah diencerkan sesuai dengan keinginan.
3. masukkan spesimen pada larutan formalin yang telah ada dalam botol jam dan telah diencerkan.
4, tutup rapat botol dan kemudian diberi label yang berisi nama spesimen tersebut dan familinya.
Kamis, 20 Desember 2007
the miracle of Siwak
ANDAIKAN BERSIWAK ITU TIDAK MEMBERATKAN, TENTU HAL ITU AKAN SAYA WAJIBKAN UNTUK UMATKU.....
SIWAK adalah sejenis kayu berasal dari Tanah Arab, yang sering disebut kayu Arok(Salvadora persica). Menurut KH Irsyad dari Pesantren As Syafiiyah, kebiasaan bersiwak pada umat Islam sebenarnya berawal dari keteladanan Nabi Muhammad. Rasulullah SAW sellau menggunakan siwak, terutama ketika hendak shalat, khotbah, dan sesudah makan. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji dan dipelajari, manfaat anjuran Rasulullah tersebut.
Begitu pentingnya memelihara kebersihan gigi, Rasulullah ketika sakit pun tetap membersihkan gigi dengan siwak. Bahkan ketika Beliau sudah tidak mampu untuk melakukannya sendiri –saat menjelang berpulang ke Rahmatullah– Rasulullah meminta tolong pada Siti Aisyah untuk membersihkan giginya dengan siwak. Nabi pernah pula bersabda yang berbunyi, “Seandainya tidak khawatir akan memberatkan umat, niscaya saya wajibkan mereka untuk bersiwak.”
Kiai Irsyad mengatakan, “Begitu penting memelihara kesehatan gigi, bersiwak hukumnya sunnah yang diutamakan. Kalau demikian, tentu ada rahasia di balik itu,” ujar pria yang sudah puluhan tahun memakai siwak ini, tetapi belum mengetahui manfaatnya secara medis.
Benarkah siwak yang terbuat dari kayu asin dan berserabut itu bisa mencegah plak gigi? Irsyad selain bersiwak menggosok gigi dengan sikat plus pasta gigi. Siwak ia pakai ketika akan shalat atau ibadah lainnya. “Bagi saya, alasan utama memakai karena melihat keutamaan sunnah saja. Mengenai manfaatnya bagi kesehatan, saya belum punya informasi,” akunya.
“Yang saya tahu dalam ajaran Nabi, orang yang selalu bersiwak maka rohnua mudah keluar ketika meninggal. Orang itu tidak akan kesakitan saat sakaratul maut,” kata ahli fikih tersebut.
Bagaimana penggunaan sikat dan pasta gigi? “Tidak masalah. Insya Allah sama-sama mendapat pahala, karena itupun merupakan upaya menjaga kesehatan dan kebersihan gigi, meski tidak menggunakan siwak. Apalagi kalau pekerjaan itu dilakukan dengan niat untuk ibadah. Selain memperoleh sehat dan bersih, mendapat pahala,” tandas Irsyad.
Dalam menggunakan siwak, katanya, hendaknya tidak sekadar bersiwak. Perhatikan kebersihannya. Kayu siwak harus sering dicuci, dikupas dan diraut agar kebersihannya senantiasa terjaga. Kalau kayu siwak itu tidak dibersihkan, maka kayu yang diduga punya manfaat sebagai antiseptik itu bisa jutru menjadi sarang kuman.
Drg BM Bachtiar dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia mengatakan, berdasarkan fungsi mekanisnya, siwak sama dengan sikat gigi. Siwak dapat berfungsi sebagai alat membersihkan gigi dari kotoran atau plak.
“Mengapa siwak bermanfaat menghilangkan plak? Plak merupakan kumpulan sisa makanan yang telah membusuk dan menempel pada gigi. Jika diteliti lebih dalam, ternyata plak itu merupakan asrama kuman. Di sini siwak berperan membersihkan sisa makanan, sekaligus mengandung zat khusus yang rasanya asin tersebut,” paparnya.
Kuman-kuman dari makanan menempel pada gigi, dan menumpuk sedikit demi sedikit. Berdasarkan penelitian, kuman itu akan menempel pada bagian dalam tiga-empat jam. “Dianjurkan menyikat gigi secara teratur, untuk mencegah penumpukan sisa makanan yang mengandung kuman berbagai jenis dan ribuan jumlahnya itu.”
Plak ibarat sebuah rumah produksi, yang menghasilkan beraneka produk. Di antaranya yang paling sering adalah asam. Kondisi ini berdampak buruk bagi gigi, menyebabkan gigi berlubak sekaligus merusak jaringan di sekitarnya.
Kuman-kuman paling sering dikaitkan dengan gigi berlubang, dalam artian yang sangat menyukai suasana asam adalah streptokokus. Sedangkan yang menyebabkan kerusakan jaringan antara lain aktinomises dan aktinobasilus. Kuman itu akan melakukan aksinya untuk merusak gigi setelah berada di mulut sekian jam lamanya.
Mula-mula, demikian Bachtiar, mungkin hanya ada satu spesies, kemudian bertambah hingga ribuan. Semakin tebal plak semakin beragam kumannya, dan tingkat keasamannya juga semakin tinggi.
Dilakukan Setiap Sebelum Shalat
DRG BM Bachtiar sangat paham mengapa bersiwak dianjurkan dilakukan setiap kali sebelum shalat. Menurutnya, pada dasarnya plak memang sulit dihindari karena proses terbentuknya begitu cepat. Karena itulah sangat tepat anjuran yang mengatakan, menyikat gigi itu harus dilakukan beberapa kali dalam sehari, untuk mencegah tertimbunnya plak pada gigi.
Jika dianalisis, lanjut Bachtiar, anjuran bersiwak pada setiap akan shalat dapat dipahami. Frekuensi yang disarankan, katakanlah pada shalat wajib, sudah tepat. Yaitu waktu Shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh. Jika dibuat rata-rata, selang waktunya untuk bersiwak sekitar 4-5 jam. Belum lagi ada shalat sunat Tahajjud, yang dilakukan pada waktu malam, atau Dhuha di pagi hari, serta anjuran bersiwak setelah makan.
Ditegaskan Bachtiar, rasa asin yang terdapat pada kayu siwak kemungkinan dapat menurunkan tingkat keasaman daerah mulut, bahkan mampu mendekati netral. “Tingkat keasaman atau pH mulut yang baik yang mendekati netral, yakni antra pH 6-7,” katanya.
Tujuan utama menyikat gigi yaitu mencegah, dan menghilangkan plak pada gigi. Sedangkan bentuk sikat gigi dan teknik pemakaiannya, terserah mana suka saja asal tidak menyebabkan persakan gusi dan gigi. Kejelekan dalam menyikat gigi juga ada. Jika tidak tepat, misalnya terlalu kencang dalam menyikatnya, dapat mengakibatkan gusi aus dan terbuka.
Memakai bulu sikat gigi yang keras sebetulnya boleh-boleh saja, kalau dalam menyikatnya tidak terlalu keras dan cepat. Agar plak tidak cepat menumpuk dan membuat pelapukan gigi, Bachtiar menyarankan:
1. Harus rajin dan teratur menggosok gigi, apakah memakai pasta gigi atau tidak jangan dijadikan hambatan. Untuk praktisnya, paling tidak dalam sehari melakukan tiga kali gogok gigi, yaitu setelah makan malam, setwelah makan pagi dan setelah makan siang.
2. Untuk mencegah kerusakan jaringan, jangan terlalu kasar dalam menyikat gigi, dan jangan menggunakan sikat yang terlalu keras.
3. Dari segi makanan dan kebiasaan makan, hindari makanan yang manis-manis atau asam tertinggal terlalu lama di dalam mulut. Untuk itu, segera berkumur atau menyikat gigi sehabis makan yang manis-manis. (ros/Panasea)
(dari Sriwijaya Post Online)
SIWAK adalah sejenis kayu berasal dari Tanah Arab, yang sering disebut kayu Arok(Salvadora persica). Menurut KH Irsyad dari Pesantren As Syafiiyah, kebiasaan bersiwak pada umat Islam sebenarnya berawal dari keteladanan Nabi Muhammad. Rasulullah SAW sellau menggunakan siwak, terutama ketika hendak shalat, khotbah, dan sesudah makan. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji dan dipelajari, manfaat anjuran Rasulullah tersebut.
Begitu pentingnya memelihara kebersihan gigi, Rasulullah ketika sakit pun tetap membersihkan gigi dengan siwak. Bahkan ketika Beliau sudah tidak mampu untuk melakukannya sendiri –saat menjelang berpulang ke Rahmatullah– Rasulullah meminta tolong pada Siti Aisyah untuk membersihkan giginya dengan siwak. Nabi pernah pula bersabda yang berbunyi, “Seandainya tidak khawatir akan memberatkan umat, niscaya saya wajibkan mereka untuk bersiwak.”
Kiai Irsyad mengatakan, “Begitu penting memelihara kesehatan gigi, bersiwak hukumnya sunnah yang diutamakan. Kalau demikian, tentu ada rahasia di balik itu,” ujar pria yang sudah puluhan tahun memakai siwak ini, tetapi belum mengetahui manfaatnya secara medis.
Benarkah siwak yang terbuat dari kayu asin dan berserabut itu bisa mencegah plak gigi? Irsyad selain bersiwak menggosok gigi dengan sikat plus pasta gigi. Siwak ia pakai ketika akan shalat atau ibadah lainnya. “Bagi saya, alasan utama memakai karena melihat keutamaan sunnah saja. Mengenai manfaatnya bagi kesehatan, saya belum punya informasi,” akunya.
“Yang saya tahu dalam ajaran Nabi, orang yang selalu bersiwak maka rohnua mudah keluar ketika meninggal. Orang itu tidak akan kesakitan saat sakaratul maut,” kata ahli fikih tersebut.
Bagaimana penggunaan sikat dan pasta gigi? “Tidak masalah. Insya Allah sama-sama mendapat pahala, karena itupun merupakan upaya menjaga kesehatan dan kebersihan gigi, meski tidak menggunakan siwak. Apalagi kalau pekerjaan itu dilakukan dengan niat untuk ibadah. Selain memperoleh sehat dan bersih, mendapat pahala,” tandas Irsyad.
Dalam menggunakan siwak, katanya, hendaknya tidak sekadar bersiwak. Perhatikan kebersihannya. Kayu siwak harus sering dicuci, dikupas dan diraut agar kebersihannya senantiasa terjaga. Kalau kayu siwak itu tidak dibersihkan, maka kayu yang diduga punya manfaat sebagai antiseptik itu bisa jutru menjadi sarang kuman.
Drg BM Bachtiar dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia mengatakan, berdasarkan fungsi mekanisnya, siwak sama dengan sikat gigi. Siwak dapat berfungsi sebagai alat membersihkan gigi dari kotoran atau plak.
“Mengapa siwak bermanfaat menghilangkan plak? Plak merupakan kumpulan sisa makanan yang telah membusuk dan menempel pada gigi. Jika diteliti lebih dalam, ternyata plak itu merupakan asrama kuman. Di sini siwak berperan membersihkan sisa makanan, sekaligus mengandung zat khusus yang rasanya asin tersebut,” paparnya.
Kuman-kuman dari makanan menempel pada gigi, dan menumpuk sedikit demi sedikit. Berdasarkan penelitian, kuman itu akan menempel pada bagian dalam tiga-empat jam. “Dianjurkan menyikat gigi secara teratur, untuk mencegah penumpukan sisa makanan yang mengandung kuman berbagai jenis dan ribuan jumlahnya itu.”
Plak ibarat sebuah rumah produksi, yang menghasilkan beraneka produk. Di antaranya yang paling sering adalah asam. Kondisi ini berdampak buruk bagi gigi, menyebabkan gigi berlubak sekaligus merusak jaringan di sekitarnya.
Kuman-kuman paling sering dikaitkan dengan gigi berlubang, dalam artian yang sangat menyukai suasana asam adalah streptokokus. Sedangkan yang menyebabkan kerusakan jaringan antara lain aktinomises dan aktinobasilus. Kuman itu akan melakukan aksinya untuk merusak gigi setelah berada di mulut sekian jam lamanya.
Mula-mula, demikian Bachtiar, mungkin hanya ada satu spesies, kemudian bertambah hingga ribuan. Semakin tebal plak semakin beragam kumannya, dan tingkat keasamannya juga semakin tinggi.
Dilakukan Setiap Sebelum Shalat
DRG BM Bachtiar sangat paham mengapa bersiwak dianjurkan dilakukan setiap kali sebelum shalat. Menurutnya, pada dasarnya plak memang sulit dihindari karena proses terbentuknya begitu cepat. Karena itulah sangat tepat anjuran yang mengatakan, menyikat gigi itu harus dilakukan beberapa kali dalam sehari, untuk mencegah tertimbunnya plak pada gigi.
Jika dianalisis, lanjut Bachtiar, anjuran bersiwak pada setiap akan shalat dapat dipahami. Frekuensi yang disarankan, katakanlah pada shalat wajib, sudah tepat. Yaitu waktu Shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh. Jika dibuat rata-rata, selang waktunya untuk bersiwak sekitar 4-5 jam. Belum lagi ada shalat sunat Tahajjud, yang dilakukan pada waktu malam, atau Dhuha di pagi hari, serta anjuran bersiwak setelah makan.
Ditegaskan Bachtiar, rasa asin yang terdapat pada kayu siwak kemungkinan dapat menurunkan tingkat keasaman daerah mulut, bahkan mampu mendekati netral. “Tingkat keasaman atau pH mulut yang baik yang mendekati netral, yakni antra pH 6-7,” katanya.
Tujuan utama menyikat gigi yaitu mencegah, dan menghilangkan plak pada gigi. Sedangkan bentuk sikat gigi dan teknik pemakaiannya, terserah mana suka saja asal tidak menyebabkan persakan gusi dan gigi. Kejelekan dalam menyikat gigi juga ada. Jika tidak tepat, misalnya terlalu kencang dalam menyikatnya, dapat mengakibatkan gusi aus dan terbuka.
Memakai bulu sikat gigi yang keras sebetulnya boleh-boleh saja, kalau dalam menyikatnya tidak terlalu keras dan cepat. Agar plak tidak cepat menumpuk dan membuat pelapukan gigi, Bachtiar menyarankan:
1. Harus rajin dan teratur menggosok gigi, apakah memakai pasta gigi atau tidak jangan dijadikan hambatan. Untuk praktisnya, paling tidak dalam sehari melakukan tiga kali gogok gigi, yaitu setelah makan malam, setwelah makan pagi dan setelah makan siang.
2. Untuk mencegah kerusakan jaringan, jangan terlalu kasar dalam menyikat gigi, dan jangan menggunakan sikat yang terlalu keras.
3. Dari segi makanan dan kebiasaan makan, hindari makanan yang manis-manis atau asam tertinggal terlalu lama di dalam mulut. Untuk itu, segera berkumur atau menyikat gigi sehabis makan yang manis-manis. (ros/Panasea)
(dari Sriwijaya Post Online)
protein
Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan
Kadar Hemoglobin pada Balita Usia 13–36 Bulan
Dewi Andarina* dan Sri Sumarmi**
* RSU Dr. Soetomo Surabaya
** Bagian Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya
ABSTRACT
Children under five years old are the group that susceptible toward the health and nutrition problems. The most prevalence problem is
iron deficiency anemia. Most of iron deficiency anemia cases was caused by lack of iron in their meal. Animal food, the one of iron source is
important in hemopoietic process. Based on the reason, study was carried out to explore correlation between animal protein and hemoglobin
level among children by age 13–36 months in Sawotratap village, under Gedangan Health Center working area, Sidoarjo District. This is
a cross sectional research. Samples were 64 children randomly selected from 4 posyandu in Sawotratap. Variable observed were protein
consumption, animal protein, iron, and vitamin C from meal and hemoglobin concentration. The research indicates that the average of
hemoglobin concentration was 11.36 g/dl, the lowest of hemoglobin concentration was 8.80 g/dl, and the highest was 13.40 g/dl with anemia
prevalence was 40.60%. Based on statistic test, there are significant correlation between hemoglobin concentration and protein consumption
(r = 0.579), animal protein consumption (r = 0.763), total iron intake (r = 0.554), and vitamin C intake (r = 0.273). The correlation of animal
protein consumption with hemoglobin concentration is stronger than other.
Key words: anemia, animal protein, iron, hemoglobin concentration
PENDAHULUAN
Anak Usia di bawah lima tahun (Balita) adalah
golongan anak yang rentan terhadap masalah kesehatan
dan gizi di antaranya adalah masalah kurang energi protein
(KEP). Keadaan KEP disebabkan oleh masukan (intake)
energi dan protein yang kurang dalam waktu yang cukup
lama. Bila kekurangan intake protein berlanjut akan
menyebabkan terjadinya anemia gizi besi. Anemia gizi
besi ini terjadi karena kandungan zat besi makanan yang
dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan. Bahan makanan
yang kaya akan kandungan zat besi adalah berasal dari
hewani yang merupakan sumber protein yang berperan
dalam hemopoisis yaitu pembentukan erythrocyt dengan
hemoglobin (Sediaoetama, 1993).
Keadaan anemia gizi besi pada balita disebabkan oleh
beberapa faktor yang saling terkait antara lain adalah
jumlah zat besi dalam makanan tidak cukup karena
rendahnya konsumsi sumber protein hewani, adanya zat
penghambat absorbsi, kebutuhan naik karena pertumbuhan
fisik, dan kehilangan darah disebabkan perdarahan kronis,
penyakit parasit dan infeksi. Pengaruh masalah KEP dan
anemia gizi besi pada balita adalah penurunan respons
imunologis, terganggunya perkembangan psikomotor
dan menurunnya daya konsentrasi yang akan mengurangi
penampilannya dalam kemampuan berbahasa, selain itu
juga terjadi penurunan IQ-point (Sri Sumarmi, 2000).
Keadaan anemia gizi besi pada balita diketahui melalui
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kadar
Hemoglobin (Hb) darah. Pemeriksaan kadar Hb pada
balita masih jarang dilakukan atau tidak dilakukan di
wilayah Puskesmas Gedangan, sehingga data prevalensi
anemia gizi besi tidak diketahui hingga saat ini. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi
protein hewani dan konsumsi zat besi terhadap kadar
hemoglobin pada usia 13–36 bulan di wilayah Kelurahan
Sawotratap, Kecamatan Gedangan, Sidoarjo.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional,
dengan populasi penelitian semua anak balita usia
13–36 bulan yang berkunjung ke posyandu dan bertempat
tinggal di Kelurahan Sawotratap, Kecamatan Gedangan,
Sidoarjo. Sampel diambil dari populasi dengan kriteria
balita yang berkunjung ke posyandu selama penelitian
berlangsung, sebagai responden adalah ibu balita atau
orang yang mengasuh balita. Besar sampel diperoleh
dari balita usia 13–36 bulan yang berkunjung keempat
posyandu dari 10 posyandu yang ada di Kelurahan
Sawotratap dengan jumlah total 64 balita.
Variabel yang diteliti ada dua macam, yaitu variabel
terikat (kadar hemoglobin darah) dan variabel bebas
(pola konsumsi, tingkat konsumsi energi, protein,
protein hewani, zat besi, vitamin C, serta karakteristik
balita dan karakteristik keluarga). Variabel karakteristik
keluarga diukur dengan cara menanyakan sejumlah
pertanyaan kepada responden, variabel status gizi balita
diukur dengan cara menimbang BB dibandingkan umur
dengan standar baku WHO-NCHS. Kadar hemoglobin
diukur dengan memeriksa darah dari ujung jari dengan
metode Cyanmethglobin. Pola konsumsi diukur dengan
menanyakan pada responden tentang kebiasaan makan
anak balita meliputi jenis bahan pangan dan frekuensi
makan, digunakan metode food frequency. Tingkat
konsumsi diukur dengan metode food recall selama
2 × 24 jam dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan
20 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 3, No. 1, Juli 2006: 19-23
Makanan (DKBM). Untuk mengetahui hubungan antara
konsumsi protein, protein hewani, zat besi dan vitamin
C dengan kadar hemoglobin digunakan uji korelasi pada
tingkat kepercayaan 95%.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Balita dan Keluarga
Mata pencaharian kepala keluarga (ayah) balita
sebagian besar sebagai karyawan swasta (95,31%). Hal
ini berkaitan dengan tingkat pendidikan dan lokasi tempat
tinggal yang merupakan daerah industri, seperti diketahui
bahwa sektor ini lebih memberikan peluang pekerjaan dan
pendapatan. Keluarga balita lebih banyak pendatang dan
bukan penduduk asli Kelurahan Sawotratap.
Pendapatan per kapita per bulan keluarga balita pada
umumnya di atas Rp100.000,00/orang/bulan (87,50%).
Keluarga balita pada umumnya merupakan keluarga
kecil dengan jumlah anggota keluarga yang kurang dari 5
orang (79,69%) dengan jumlah anak umumnya sebanyak
2 orang. Pendidikan ibu balita sebagian besar tamat SMA
(42,19%) dan sebagian besar tidak bekerja. Jenis kelamin
sebagian besar balita adalah laki-laki (60,94%) dan umur
balita sebagian besar antara 13–24 bulan (65,60%).
Hubungan antara Karakteristik Balita dengan Kadar
Hemoglobin Balita
Balita kelompok umur 13–24 bulan sebagian besar
tidak mengalami anemia (Hb > 11 gr/dl). Namun proporsi
balita yang menderita anemia sebagian besar berada
pada kelompok umur 13–24 bulan karena pada masa
ini merupakan masa peralihan. Hasil pemeriksaan kadar
Hb menunjukkan bahwa kelompok balita dengan status
gizi kurang persentase kejadian anemia lebih tinggi
dibandingkan pada kelompok balita dengan status gizi
baik. Pada balita anemia maupun tidak anemia sebagian
besar sama-sama mengalami sakit dalam satu bulan
terakhir dan sakit yang paling sering diderita adalah batuk
dan demam. Batuk dan demam adalah salah satu dari
penyakit infeksi yang dapat menyebabkan gangguan gizi
(Tabel 1).
Pola Konsumsi
Berdasarkan hasil penelitian, pangan sumber energi
yang biasa dikonsumsi balita dengan frekuensi harian
adalah beras (nasi), biskuit, dan roti. Jenis pangan
ini lebih didominasi dari beras. Sebagian besar balita
mengkonsumsi protein hewani dengan frekuensi harian
dengan jenis yang bervariasi. Jenis protein hewani yang
dikonsumsi secara mingguan adalah daging ayam, telur
ayam, ikan segar, daging sapi, dan hati. Protein nabati yang
dikonsumsi balita secara harian adalah tahu dan tempe.
Makanan ini sering dikonsumsi karena harga terjangkau,
disukai balita, dan mudah didapat setiap waktu.
Sebagian besar balita tidak mengkonsumsi sayuran
setiap hari, mereka mengkonsumsi sayuran dengan pola
mingguan dan bulanan, demikian pula halnya dengan
buah-buahan. Jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi
adalah bayam, sedangkan buah-buahan yang paling sering
dikonsumsi adalah pepaya.
Sebagian besar balita masih mendapatkan ASI ibunya
sehingga secara umum konsumsi susu formula lebih
rendah. Jenis susu formula yang sering dikonsumsi adalah
susu full cream. Sebagian besar balita tidak diberikan
suplemen vitamin oleh ibunya.
Tingkat Konsumsi Zat Gizi pada Balita
Rata-rata tingkat konsumsi energi balita sebesar
76,25% dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan
(AKG). Konsumsi protein total telah melebihi angka
kecukupannya (117,80% AKG), sedangkan asupan protein
hewani sebesar 56,8% dari total protein. Konsumsi zat besi
rata-rata telah mencapai angka kebutuhan yang dianjurkan
untuk kelompok usia balita, dan konsumsi vitamin C
sebesar 121,95% AKG (Tabel 2).
Tabel 1. Hubungan antara Karakteristik Balita dengan Kadar Hemoglobin Balita
Karakteristik Balita
Kadar Hemoglobin (gr/dl)
Jumlah
Hb < n =" 26" n =" 28" n =" 64">
Langganan:
Postingan (Atom)