Kamis, 20 Desember 2007

protein



Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan
Kadar Hemoglobin pada Balita Usia 13–36 Bulan
Dewi Andarina* dan Sri Sumarmi**
* RSU Dr. Soetomo Surabaya
** Bagian Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya

ABSTRACT

Children under five years old are the group that susceptible toward the health and nutrition problems. The most prevalence problem is
iron deficiency anemia. Most of iron deficiency anemia cases was caused by lack of iron in their meal. Animal food, the one of iron source is
important in hemopoietic process. Based on the reason, study was carried out to explore correlation between animal protein and hemoglobin
level among children by age 13–36 months in Sawotratap village, under Gedangan Health Center working area, Sidoarjo District. This is
a cross sectional research. Samples were 64 children randomly selected from 4 posyandu in Sawotratap. Variable observed were protein
consumption, animal protein, iron, and vitamin C from meal and hemoglobin concentration. The research indicates that the average of
hemoglobin concentration was 11.36 g/dl, the lowest of hemoglobin concentration was 8.80 g/dl, and the highest was 13.40 g/dl with anemia
prevalence was 40.60%. Based on statistic test, there are significant correlation between hemoglobin concentration and protein consumption
(r = 0.579), animal protein consumption (r = 0.763), total iron intake (r = 0.554), and vitamin C intake (r = 0.273). The correlation of animal
protein consumption with hemoglobin concentration is stronger than other.
Key words: anemia, animal protein, iron, hemoglobin concentration

PENDAHULUAN
Anak Usia di bawah lima tahun (Balita) adalah
golongan anak yang rentan terhadap masalah kesehatan
dan gizi di antaranya adalah masalah kurang energi protein
(KEP). Keadaan KEP disebabkan oleh masukan (intake)
energi dan protein yang kurang dalam waktu yang cukup
lama. Bila kekurangan intake protein berlanjut akan
menyebabkan terjadinya anemia gizi besi. Anemia gizi
besi ini terjadi karena kandungan zat besi makanan yang
dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan. Bahan makanan
yang kaya akan kandungan zat besi adalah berasal dari
hewani yang merupakan sumber protein yang berperan
dalam hemopoisis yaitu pembentukan erythrocyt dengan
hemoglobin (Sediaoetama, 1993).
Keadaan anemia gizi besi pada balita disebabkan oleh
beberapa faktor yang saling terkait antara lain adalah
jumlah zat besi dalam makanan tidak cukup karena
rendahnya konsumsi sumber protein hewani, adanya zat
penghambat absorbsi, kebutuhan naik karena pertumbuhan
fisik, dan kehilangan darah disebabkan perdarahan kronis,
penyakit parasit dan infeksi. Pengaruh masalah KEP dan
anemia gizi besi pada balita adalah penurunan respons
imunologis, terganggunya perkembangan psikomotor
dan menurunnya daya konsentrasi yang akan mengurangi
penampilannya dalam kemampuan berbahasa, selain itu
juga terjadi penurunan IQ-point (Sri Sumarmi, 2000).
Keadaan anemia gizi besi pada balita diketahui melalui
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kadar
Hemoglobin (Hb) darah. Pemeriksaan kadar Hb pada
balita masih jarang dilakukan atau tidak dilakukan di
wilayah Puskesmas Gedangan, sehingga data prevalensi
anemia gizi besi tidak diketahui hingga saat ini. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi
protein hewani dan konsumsi zat besi terhadap kadar
hemoglobin pada usia 13–36 bulan di wilayah Kelurahan
Sawotratap, Kecamatan Gedangan, Sidoarjo.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional,
dengan populasi penelitian semua anak balita usia
13–36 bulan yang berkunjung ke posyandu dan bertempat
tinggal di Kelurahan Sawotratap, Kecamatan Gedangan,
Sidoarjo. Sampel diambil dari populasi dengan kriteria
balita yang berkunjung ke posyandu selama penelitian
berlangsung, sebagai responden adalah ibu balita atau
orang yang mengasuh balita. Besar sampel diperoleh
dari balita usia 13–36 bulan yang berkunjung keempat
posyandu dari 10 posyandu yang ada di Kelurahan
Sawotratap dengan jumlah total 64 balita.
Variabel yang diteliti ada dua macam, yaitu variabel
terikat (kadar hemoglobin darah) dan variabel bebas
(pola konsumsi, tingkat konsumsi energi, protein,
protein hewani, zat besi, vitamin C, serta karakteristik
balita dan karakteristik keluarga). Variabel karakteristik
keluarga diukur dengan cara menanyakan sejumlah
pertanyaan kepada responden, variabel status gizi balita
diukur dengan cara menimbang BB dibandingkan umur
dengan standar baku WHO-NCHS. Kadar hemoglobin
diukur dengan memeriksa darah dari ujung jari dengan
metode Cyanmethglobin. Pola konsumsi diukur dengan
menanyakan pada responden tentang kebiasaan makan
anak balita meliputi jenis bahan pangan dan frekuensi
makan, digunakan metode food frequency. Tingkat
konsumsi diukur dengan metode food recall selama
2 × 24 jam dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan
20 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 3, No. 1, Juli 2006: 19-23
Makanan (DKBM). Untuk mengetahui hubungan antara
konsumsi protein, protein hewani, zat besi dan vitamin
C dengan kadar hemoglobin digunakan uji korelasi pada
tingkat kepercayaan 95%.

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Balita dan Keluarga
Mata pencaharian kepala keluarga (ayah) balita
sebagian besar sebagai karyawan swasta (95,31%). Hal
ini berkaitan dengan tingkat pendidikan dan lokasi tempat
tinggal yang merupakan daerah industri, seperti diketahui
bahwa sektor ini lebih memberikan peluang pekerjaan dan
pendapatan. Keluarga balita lebih banyak pendatang dan
bukan penduduk asli Kelurahan Sawotratap.
Pendapatan per kapita per bulan keluarga balita pada
umumnya di atas Rp100.000,00/orang/bulan (87,50%).
Keluarga balita pada umumnya merupakan keluarga
kecil dengan jumlah anggota keluarga yang kurang dari 5
orang (79,69%) dengan jumlah anak umumnya sebanyak
2 orang. Pendidikan ibu balita sebagian besar tamat SMA
(42,19%) dan sebagian besar tidak bekerja. Jenis kelamin
sebagian besar balita adalah laki-laki (60,94%) dan umur
balita sebagian besar antara 13–24 bulan (65,60%).
Hubungan antara Karakteristik Balita dengan Kadar
Hemoglobin Balita
Balita kelompok umur 13–24 bulan sebagian besar
tidak mengalami anemia (Hb > 11 gr/dl). Namun proporsi
balita yang menderita anemia sebagian besar berada
pada kelompok umur 13–24 bulan karena pada masa
ini merupakan masa peralihan. Hasil pemeriksaan kadar
Hb menunjukkan bahwa kelompok balita dengan status
gizi kurang persentase kejadian anemia lebih tinggi
dibandingkan pada kelompok balita dengan status gizi
baik. Pada balita anemia maupun tidak anemia sebagian
besar sama-sama mengalami sakit dalam satu bulan
terakhir dan sakit yang paling sering diderita adalah batuk
dan demam. Batuk dan demam adalah salah satu dari
penyakit infeksi yang dapat menyebabkan gangguan gizi
(Tabel 1).
Pola Konsumsi
Berdasarkan hasil penelitian, pangan sumber energi
yang biasa dikonsumsi balita dengan frekuensi harian
adalah beras (nasi), biskuit, dan roti. Jenis pangan
ini lebih didominasi dari beras. Sebagian besar balita
mengkonsumsi protein hewani dengan frekuensi harian
dengan jenis yang bervariasi. Jenis protein hewani yang
dikonsumsi secara mingguan adalah daging ayam, telur
ayam, ikan segar, daging sapi, dan hati. Protein nabati yang
dikonsumsi balita secara harian adalah tahu dan tempe.
Makanan ini sering dikonsumsi karena harga terjangkau,
disukai balita, dan mudah didapat setiap waktu.
Sebagian besar balita tidak mengkonsumsi sayuran
setiap hari, mereka mengkonsumsi sayuran dengan pola
mingguan dan bulanan, demikian pula halnya dengan
buah-buahan. Jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi
adalah bayam, sedangkan buah-buahan yang paling sering
dikonsumsi adalah pepaya.
Sebagian besar balita masih mendapatkan ASI ibunya
sehingga secara umum konsumsi susu formula lebih
rendah. Jenis susu formula yang sering dikonsumsi adalah
susu full cream. Sebagian besar balita tidak diberikan
suplemen vitamin oleh ibunya.
Tingkat Konsumsi Zat Gizi pada Balita
Rata-rata tingkat konsumsi energi balita sebesar
76,25% dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan
(AKG). Konsumsi protein total telah melebihi angka
kecukupannya (117,80% AKG), sedangkan asupan protein
hewani sebesar 56,8% dari total protein. Konsumsi zat besi
rata-rata telah mencapai angka kebutuhan yang dianjurkan
untuk kelompok usia balita, dan konsumsi vitamin C
sebesar 121,95% AKG (Tabel 2).
Tabel 1. Hubungan antara Karakteristik Balita dengan Kadar Hemoglobin Balita
Karakteristik Balita
Kadar Hemoglobin (gr/dl)
Jumlah
Hb < n =" 26" n =" 28" n =" 64">

Tidak ada komentar: